Monday, November 19, 2012

Hujan di Jalan Syahdan

       Awalnya aku hanya mengira serangkaian kata itu memang akan berlalu begitu saja. Perhatian dari matanya yang berkelit tajam menusuk ruang asmaraku. Mungkin ini memang sudah terlalu lama, tapi mengapa serangkaian kata itu masih terngiang di sanubari. Beberapa kali dia membawaku menjelajahi jalanan Syahdan yang penuh lalu lalang anak mahasiswa untuk mengawali atau mengakhiri perkuliahannya di hari itu.
        Kaki begitu riang melangkahi Jalanan Syahdan karena senyumannya yang membuatku kasmaran. Selelah apapun aku, aku berusaha untuk tetap bersamanya, meskipun mungkin itu hal yang bisa dia kerjakan sendiri. Dengan bahagianya aku menolong segala apa yang dia minta. Aku rasa aku tulus pada saat itu.
        Segalanya begitu manis, begitu menggejolak. Setiap lamunanku hanyalah ada dia. Aku tidak mau cintaku berakhir. Bahkan, saat itu aku siap untuk menjalani cinta yang berkepanjangan tanpa akhir.
         

          Kini sudah November, musim hujan, dan aku bingung untuk menikmati atau bahkan mengentang kejadian-kejadian yang pernah ada. Kutelusuri jalanan itu memakai payung dengan perut yang lapar dan kedinginan karena aku tidak membawa jaket. Langkah demi langkah aku pijak sambil berkata dalam hati bahwa apakah jalanan yang aku pijak ini akan membawa sebuah perubahan?
            Setiap hujan selalu menyanyikan lagu-lagu lama dalam hidupku tentang cinta semu, cinta palsu, cinta yang tak berujung. Aku menyukai aroma hujan dan suhunya. Namun tidak dengan segala kenangan yang ada. Mereka bilang aku terlalu apa adanya dan sosok yang  sulit di rubah. Wanita yang sok tangguh untuk menghadapi segalanya. Gadis yang keras kepala.
           Iya, betul. akupun merasakan bahwa pria menyukai wanita lemah lembut, manja, sok imut, atau bahkan aku sering menilai mereka 'alay'. Okay, masalahnya bukan di alay atau tidak. Tapi ini permasalahan tampil apa adanya.
            Karena aku lebih baik kehilangan daripada disalah mengerti.


            Mengenai cerita yang telah usai, kini aku mencoba untuk bertahan kuat sebagai pemenang dalam segala badai bersama Tuhan. Hujan ini mengingatkanku pada berkat Tuhan. Orang sering menganalogikan hujan dengan penderitaan atau kesedihan, bagiku tidak..
            Hujan pertanda bahwa Tuhan sedang memberikan berkatNya. Aku tinggal menyediakan ember untuk menampung air hujan itu turun, menjadi sebuah genangan kekuatan untuk aku bangkit. Aku rindu dipulihkan, aku rindu bisa mengamati seksama dan berbagi. Aku berusaha keras tentang mencapai semua mimpi itu.
             Tidak usah bicara Cinta, kalau kamu belum paham tentang dirimu sendiri.

No comments:

Post a Comment