Monday, January 20, 2014

January, How are you?

Aku berjalan tersendat-sendat dalam perjalanan menuju kampus Anggrek. Malas rasanya untuk pergi, hari ini masuk jam 9 pagi dan aku harus begitu kuat untuk menjalani hari ini. Dada sudah begitu sakit, tidak mungkin aku menceritakan kepada sembarang orang. Aku hanya bisa bilang pada mereka bahwa "aku lagi bete". mungkin ada beberapa orang yang mengatakan bahwa responku sungguh tidak enak dalam sehari ini. dan beberapa minggu lalu aku sudah merasa tertampar dan tertampar untuk kesekian kali. begitu Tuhan menghajar aku, yaitu anakNya yang Ia kasihi.

Aku sempat menahan sebentar langkahku dan menarik nafas dalam-dalam untuk membalas sebuah BBM masuk. sebenarnya aku sudah tidak ingin mengatakannya, namun aku tidak bisa berbohong kalau aku begitu peduli dengan kehidupan mereka. Masa lalu lah yang membuat aku belajar banyak dan jangan orang lain mengalaminya. karena hal kecil bisa berdampak besar, begitupun halnya kompromi dengan dosa. aku menangis sendiri di jalan, untungnya hari masih pagi dan aku yakin orang-orang malas rasanya untuk pergi kampus sama seperti aku. Lebih tepatnya, hari ini sebenarnya aku sedang tidak mau bertemu dengan banyak orang dan berharap ada orang yang menghampiriku untuk benar-benar bersamaku, dan meyakini aku bahwa aku tidak bersalah. rasa terintimidasi ini begitu kuat, menyalahkan diri yang terlalu dalam. terlihat berlebihan, tapi memang ini rasanya mempunyai hati Bapa. Aku sampai berbicara kepada diri sendiri "Harusnya kamu saja yang dihukum, kamu saja yang disakiti, jangan dia-orang yang kamu kasihi."

tidak ada yang bisa membuatku mengerti hati Bapa ketika aku belajar menjadi Bapa itu sendiri. Aku teringat masa lalu, akupun begitu. Diberitahu kebenaran, tetapi aku hanya memikirkan apa yang membuatku bahagia, bukan membahagiakan Tuhan. Semua otoritasku mengatakan hal yang sama, tetapi aku kukuh untuk bertahan terhadap segala pemikiranku dan mengambil keputusan sendiri.

Hari ini benar-benar tersentil. Tuhan berbicara seperti ini kepadaku, "dewasa itu bukan mengemukakan pendapat. Tetapi bentuk kedewasaan itu, ketika kamu tahu kebenaran, apakah kamu mau tetap bertahan disitu atau tidak." karena aku begitu lemasnya berkata pada Tuhan bahwa aku begitu lelah dan merasa bersalah. Banyak hal yang telah aku lakukan yang pada akhirnya tidak menjadi teladan. Padahal, saat aku melakukannya aku masih bisa cari pembenaran (dan orang yang tidak teliti akan mengatakan hal yang sama) yaitu aku wajar melakukan ini karena punya alasan." nah loh, gimana? semua orang merasa benar oleh pemikirannya sendiri dan hal ini ada loh ayatnya. Aku berkali-kali meyakini bahwa Tuhan tidak akan menghakimi aku. Tetapi untuk efek keterlanjuran inilah yang membuat aku muak.

Muak? Jahat banget yah bahasanya.
Iya, betul. Muak! Bayangkan, kamu pernah berada di longsor sampah, lalu kamu terselamatkan (entah kamu menolong dirimu sendiri atau ditolong orang). Lalu kamu ingat-ingat lagi tuh, gimana rasanya di longsor itu? Tidak muak?

Permasalahan yang utama adalah kebenaran Firman Tuhan itu harus ditaati dulu baru kamu mengerti. Dan masalahnya, dewasa ini orang sudah terkontaminasi dengan pemikiran  dan istilah "kritis" yang sebenarnya itu hanya pengganti kata "tidak taat/pemberontak" terhadap kebenaran. Aku mau sampai bikin kitab sendiri pun setebal Alkitab, tidak akan bisa mengubah mereka selain mereka tau arti kata itu sendiri.

Taat : DENGAR DAN LAKUKAN
ada kata : bertany karena mau tahu alasannya?
ada kata : Tapi..?
ada kata : Walaupun..?
ada kata: Meskipun..?
TIDAK ADA!
hanya ada : DENGAR dan LAKUKAN

lalu bagaimana dengan perasaan terintimidasiku, terkadang di luar komsel tidak bisa menerimaku apa adanya, bahkan mungkin saja di komsel itu sendiri.
aku tidak suka dengan statement "tidak ada manusia yang sempurna"
tapi aku lebih suka "manusia diciptakan dengan bagian dan perannya masing-masing"

perhitungan secara acak bisa dikatakan 90% orang setuju bahwa aku frontal. Berani mengatakan kebenaran, tidak seperti yang lain. Ada saja yang menyuruhku berubah. tetapi bukan masalah aku tidak mau berubah karena:
1. ini aku apa adanya
2. sadar atau tidak sadar, mau bagaimanapun, dunia ini butuh aku dengan kepribadianku.
malahan, orang kalau tidak diberitahu secara frontal, mereka tidak akan mengerti.

aku tidak suka bertanya "apa kekuranganku?" melainkan, "apa perubahanku hingga akhir ini?" karena ini berbicara progress dan regress. bukan masalah yang cerewet harus menjadi pendiam, bukan masalah yang perasa harus menjadi pemikir, dan masalah pengamat harus menjadi penilai.

aku bergerak semakin cepat, dan terkadang aku melupakan orang-orang yang sudah aku ajak lama tetapi mereka berjalanpun tidak. aku sering ragu kepada diri sendiri bahwa apakah benar aku mempunyai hati untuk mereka? sebuah kerinduan hati untuk melihat mereka menang dari segala perkara dosa dan masalah.

hidup ini singkat, begitu aku mirisnya mengamati orang-orang yang beralasan untuk tidak taat dengan kehendak Tuhan lalu terhambat perkembangan psikologisnya. bahkan parahnya, saking aku tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk diriku sendiri, aku tidak bisa berdoa. yang aku bisa lakukan hanyalah intropeksi dan intropeksi. begitu banyak hal yang telah terjadi, begitu banyak juga Tuhan sudah banyak mendidik aku begitu luar biasa.

Mungkin ini yah rasanya otoritasku ketika aku tidak taat terhadap mereka? pasti iya, sih. dan aku semakin harus belajar bagaimana untuk tetap sabar dan menerapkan kasih itu SESUAI dengan waktu dan caranya sendiri.